Rabu, 29 April 2020

Pandangan Politik

Pandangan politik




#1 Keadilan jadi barang sukar, ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.
#2 Ambisi politik tentu wajar saja, selama pandai menginsyafi batasan etika.
#3 Berpolitik jadi sebuah pilihan yang mesti dipertimbangkan, bagi siapapun yang menghendaki perubahan. Karena perubahan tak datang tiba-tiba, hanya berkat doa di tengah malam buta.
#4 Nyawa manusia bukan tragedi tontonan dan statistik belaka, ya, lebih baik tidak berangkat terbang daripada tidak pernah tiba.
#5 Apa karena hidup orang kecil patut menderita, dan orang miskin pantas terhina? Sebagai tumbal mereka tersisa jadi catatan kaki.
#6 Di tengah pusaran kegelapan, kejahatan kerap dimaklumi sebagai kewajaran.
#7 Tiap orang bisa punya mimpi, tapi tak semua bisa bangkitkan semangat tinggi.
#8 Wajah penjara cermin hukum negara, sungguh-sungguh atau pura-pura.
#9 Dalam kondisi darurat korupsi, pejabat negara tetap mencuri silih berganti. Sebanyak koruptor masuk penjara, sebanyak itu pula regenerasinya menggarong negara.
#10 Di pundak pemimpin yang bebas korupsi, di situlah masa depan negeri.

Kata-kata Mutiara Najwa Shihab 03 - Finansialku

#11 Tanah air adalah petak-petak yang harus diolah, tanah air adalah lautan yang harus dibelah.
#12 Dalam pengabdian memberi rasa aman, polisi menabung risiko kematian.
#13 Berbuat untuk sebuah harapan, yang tidak lagi dikeluhkan tetapi diperjuangkan.
#14 Bagaimana anak muda bisa diam ketika aparat justru miskin teladan.
#15 Timur adalah kita yang terjaga lebih dulu, timur adalah Indonesia yang tak sabar menunggu.
#16 Hukum yang dibiayai transaksi suap, membuat wajah peradilan begitu gelap.
#17 Karena memilih lewat Pemilu, bukan seperti melempar dadu. Kita semua yang akan menentukan, nasib Indonesia di masa depan.
#18 Pemuda hari ini harus turun tangan, berkarya nyata menjawab semesta Indonesia.
#19 Jangan bosan bicara tentang kebenaran, agar demokrasi tak berakhir dengan kesia-siaan.
#20 Bagaimana mencari pemimpin dengan hemat dan bebas korupsi, di tengah kondisi kepartaian berbiaya mahal tapi miskin legitimasi.
#21 Banyak anak muda yang tumbang karena korupsi, mereka lupakan visi dan hanyut pada nikmat duniawi.
#22 Berbicara politik sebagai debat kebijakan, bukan kasak-kusuk elit berebut kekuasaan.
#23 Yang harus dibabat adalah egoisme dan kebencian, yang mesti dirajut ialah solidaritas dan kepedulian.
#24 Kebenaran & kepastian mengapung, di antara uang & kuasa yang mengepung.
#25 Aroma rempah yang mengundang kolonialisme, derita panjang yang berujung nasionalisme.
#26 Usia muda adalah modal agar tangan terus terkepal, untuk arungi medan politik yang terjal.
#27 Pejabat publik tutup mata, uang haram tak lagi berdosa. Sekeras itu hukum dibuat, sepandai itu pula praktek muslihat.
#28 Banyak kasus terpendam, berakhir pada si kambing hitam. Sedang para pelaku utama, tetap nyaman di singgasana.
#29 Berani muncul melawan arus, mendobrak kepalsuan yang terlanjur serius.
#30 Kota yang tunduk selera pribadi, menawarkan mimpi dan ilusi.
#31 Disiplin ilmu hanyalah modal pertama, ijazah cuma selembar kertas di atas meja.
#32 Banyak yang ingin jadi bintang di layar kaca, bahkan jadi obsesi dan cita-cita. Padahal tak mudah berperan di depan kamera, harus mengatasi berbagai dilema.
#33 Apa arti ijazah yang bertumpuk, jika kepedulian dan kepekaan tidak ikut dipupuk?
#34 Entah bagaimana harus berlaku, setiap pemilu banyak orang yang ragu.
#35 Tak ada yang tiba-tiba bagi calon pemimpin bangsa, kecakapan bukan salinan genetika.
#36 Aparat yang tak dipercaya, memicu ganasnya amuk massa. Lantaran hukum mudah terbeli, membuat siapa saja bisa jadi polisi.
#37 Partai hanya aktif menjelang waktu pemilu tiba, warga diajak terlibat hanya 5 tahun sekali saja.
#38 Dengan jurus transparansi, mereka hadang gerak-gerik para pencuri. Jika atasan berani buka-bukaan, anak buah akan sulit selewengkan jabatan.
#39 Di tanah kita agama dan tradisi saling memberi arti, membuka peluang untuk saling menghargai.
#40 Inilah pengabdian di jalan yang sepi, perjuangan yang sering kali tak bertepi.
#41 Para pemilih harus diberi kandidat bermutu agar Pilkada tak jadi pesta yang sambil lalu.
#42 Melihat riuh pemilu mengharu-biru, tapi negeri tetap saja terbelenggu.
#43 Pilkada memang perkara kalah menang namun calon-calon bermasalah janganlah diberi kesempatan.
#44 Mereka yang dipilih dengan suara, jangan berlagak lupa menggunakan mata dan telinga.
#45 Bagaimana rakyat bisa percaya hukum, jika sang penegak yang justru melanggar hukum.
#46 Istana bukan cuma di Merdeka Utara, Indonesia juga bukan hanya Jakarta
#47 Menunggu wakil rakyat yang sadar posisi untuk berbakti, tak gampang mabuk jabatan dan materi.
#48 Buat apa wilayah seluas Sabang sampai Merauke, jika pemudanya kehilangan idealisme.
#49 Kampanye berubah menjadi unjuk harta, rakyat dikerdilkan sebatas suara.
#50 Telah berlalu show politik permainan citra, sebab rakyat sudah terlatih memisah dusta dari kata.
#51 Bagaimana akan bersikap anti-korupsi, jika sejak muda hanya sibuk dengan urusan sendiri?
#52 Relawan ada di barisan terdepan, jika kepentingan rakyat menjadi tujuan.
#53 Jika sejarah menjadi guru kebijaksanaan, tokoh sejarahlah yang mengkongkritkan keteladanan.
#54 Masyarakat coba dipikat, dengan pencitraan palsu yang merakyat.
#55 Semakin menor Jakarta terlihat, logika publiknya sungguh jauh tersesat.
#56 Tak ada orang istimewa di penjara, karena mereka hanyalah narapidana. Walau pernah jadi pejabat, tetap saja statusnya penjahat.
#57 Setiap hukum yang dipakai menindas, pengacara seharusnya hadir mewakili tertindas.
#58 Terseret musim kampanye politik, karena alasan ideal atau sekadar taktik.
#59 Demikian cepat dan fananya kekuasaan, betapa suap dan godaan uang telah menghinakan.
#60 Jakarta kota limpahan ilusi, mimpi-mimpi warga yang tak bisa terbeli.
#61 Saat ketidakadilan merajalela, keberanian menjadi berkah bagi semesta.
#62 Bagi rakyat, politik bukan urusan koalisi atau oposisi tetapi bagaimana kebijakan publik mengubah hidup sehari-hari.
#63 Dalam dunia penuh pura-pura, anak muda sibuk memisahkan dusta dari kata.
#64 Kepemimpinan yang gigih bekerja, niscaya hasilkan perubahan yang kasat mata. Mengentaskan persoalan dengan nyata, bukan sekadar bumbu retorika.
#65 Berdiam diri dari kecamuk pribadi, sebab ego dan dengki sudah lama tersisih.
#66 Mari berhenti melihat penderita HIV/AIDS sebagai aib dan nista,mereka layak menyambung hidup & berdaya dengan dukungan kita.
#67 Zona nyaman selalu menghadirkan ketenangan, tak semua siap menghadapi guncangan.
#68 Pemuda masa silam menggelorakan kehendak bersatu, hari ini rayakanlah indonesia tanpa ragu.
#69 Saat hukum terbelit begitu mudah, langit keadilan runtuh menimpa si lemah.
#70 Wajib bagi pemimpin muda politik, bekerja dengan kesadaran publik.
#71 Warga biasa yang sudi terlibat berbuat atas nama solidaritas karena hobi dan minat.
#72 Hebat memutuskan sosok berkualitas, berani mengabaikan yang tak pantas.
#73 Demokrasi bukan hanya penguasa dan birokrasi yang kuat tapi rakyat yang bebas berserikat.
#74 Parpol mempromosikan calegnya, seperti boneka di pigura rumah kaca.
#75 Politik adalah lautan pragmatisme, kompromi .demi kompromi bisa melelehkan idealisme.
#76 Pemimpin tak lahir karena ijazah, tapi oleh kerja keras dan kepedulian yang terus diasah.
#77 Hukum yang ditegakkan dengan retorika, hanya jadi bahan tertawa belaka.
#78 Inilah pengajaran yang memanusiakan manusia, bukan pendidikan yang mengkerdilkan siswa.
#79 llmu politik ilmu utak-atik, para konsultan menjadi juru taktik.
#80 Gelapnya misteri kejahatan bisa dibongkar ilmu pengetahuan. Forensik dapat menjelaskan yang buram, mengangkat bukti-bukti yang karam.
#81 Membangun karya dalam sunyi, dengan ikhlas karena cinta pada negeri.
#82 Pilkada langsung dan tidak langsung hanya soal cara, mencari pemimpin yang bermutu adalah tujuannya.
#83 Di negeri yang penuh muslihat, korupsi seolah jadi perkara lumrah. Perburuan menjadi paling kaya, menjadi hobi para abdi negara.
#84 Apa gunanya sekolah tinggi-tinggi, jika hanya perkaya diri sendiri dan famili?
#85 Jika ada lembaga yang harus selalu direformasi, tak lain adalah institusi polisi.
#86 Pilkada langsung atau perwakilan apakah bermakna, jika kepercayaan publik terhadap partai & parlemen nyaris sirna.
#87 Hukum yang memuat harga, mengubah lapas jadi persinggahan mewah.
#88 Seumur hidup membebaskan diri dari sistem patriaki, benteng terakhir perlawanan terhadap globalisasi.
#89 Kita adalah anak panah yang harus meluncur, sangat banyak sawah ladang yang mesti dicangkul.
#90 Pendidikan politik entah ke mana, rakyat hanya untuk diperebutkan suaranya.
#91 Saat pragmatisme menjadi sobat kekuasaan, idealisme yang akan menyemai perlawanan.
#92 Yang menjadi pena adalah kebaikan, yang menjadi tinta adalah kemanusiaan.
#93 Ratusan pilkada jangan menjadi sekadar seremoni, suksesi harusnya bukan sekadar arena negosiasi.
#94 Kebanggaan profesi bukan karena materi, tapi seberapa banyak bisa mengabdi.
#95 Satu demi satu lembaga amanah reformasi, ditundukkan rayuan korupsi.
#96 Sebab kemerdekaan yang tak diperjuangkan, tidak akan pernah dimenangkan.
#97 Waktunya untuk memberi teladan, kekuasaan hanya mulia digunakan untuk pengabdian.
#98 Ketamakan & kebodohan sungguh telah menghukumi, mereka yang mabuk kekuasaan & lupa diri.
#99 Menteri memang jabatan politis, tapi bukan berarti harus dijalankan secara nepotis.
#100 Bijak mengelola perbedaan, dalam kerukunan dan bukan permusuhan.
#101 Nasionalisme bukan slogan mati, tapi pengorbanan kolektif membela visi.
#102 Saatnya berbuat dan berkarya, susun rencana sekarang juga, mulailah secepatnya.
#103 Saat pembangunan memperparah kemiskinan, ada perempuan yang utama menjadi korban.
#104 Tidak gampang takluk oleh kegagalan, terus mencipta momen kebangkitan.
#105 Akhirnya politik menjadi soal modal, rakyat diajarkan memilih yang terkenal.
#106 Membuat publik melek informasi, agar tak mudah termakan fitnah dan caci maki.
#107 Inspirasi menjadi kunci, agar semua mau berpartisipasi. Bahu-membahu perbaiki negeri, bersama-sama mengabdi tanpa henti.
#108 Karena itu jadilah seorang pembaharu, biar orang lain yang ikut meniru.
#109 Daripada terus mengikuti tren tanpa henti, sebab hidup bisa habis tanpa diisi.
#110 Peraturan seringkali bisa disiasati namun asas kepatutan dan etika janganlah dikhianati.
#111 Memperbaiki martabat anggota dewan memang butuh seluruh rakyat dan segenap tekad kuat.
#112 Apa yang pribadi pantang dikeluhkan, karena nasib publik layak didahulukan.
#113 Dan tahta, memang dua sisi yang tak bisa dipisahkan. Perputaran uang, jadi bahan bakar kekuasaan.
#114 Media yang kuat butuh rakyat yang terlibat, mengelola kebebasan dengan bertanggung jawab.
#115 Bukankah melelahkan jika selalu ikut tren, apalagi hanya agar dianggap keren.
#116 Inilah kisah yang merusak negeri, terbongkar lewat catatan akuntansi.
#117 Inilah risikonya jika politik dipenuhi drama urusan publik pun menjelma jadi sekadar telenovela.
#118 Kasus misterius dibuka dengan data, mengusik mereka yang berdosa.
#119 Membuka jalan agar keadilan tak kandas, asalkan hukum tak dipangkas.
#120 Mereka arungi dua dunia, antara peran & sandiwara, dengan karakter yang sebenarnya 
#121 Saat tembok kelas sosial menganga, penderitaan manusia tinggal jadi berita. Setiap hari dalam ancaman nasib, hari ini mati atau sekadar bertahan lagi.
#122 Kita mungkin bosan dengan muka yang itu-itu saja, tapi yang muda juga harus kasih bukti yang jelas dan nyata.
#123 Tidak sekedar memburu kapital, Indonesia lebih butuh solidaritas dan modal sosial.
#124 Jika pemimpin tidak harmonis, rakyat juga yang akan teriris.
#125 Karena kita harus berlari cepat, sebelum semuanya jadi terlambat.
#126 Kenyamanan jauh lebih menggoda, kemapanan dianggap lebih utama.
#127 Kita perlu belajar dari sejarah yang begitu jelas, mengurangi gaduh politik yang kerap tak berkelas.
#128 Sejarah akan menghitamkan mereka yang layak dijatuhkan, sejarah akan meninggikan mereka yang memang layak dimuliakan.
#129 Usia terlalu ringkas untuk dilewatkan tanpa melakukan perubahan.
#130 Pada kaum muda kita menitip masa depan, jangan biarkan jiwa mereka hangus oleh ego dan dendam.
#131 Setiap kita bisa mengambil pelajaran, pembangunan membutuhkan kedamaian dan keadilan.
#132 Negarawan yang taat konstitusi, bukan menyerah pada selera politisi.
#133 Pelayanan jadi sapi perah, kewajiban terlacur menjadi hadiah.
#134 Rakyat perlu para penegak yang berwibawa, bekerja lurus demi keadilan dengan bangga. Karena kita tidak membayar seragam mereka, hanya untuk menegakkan hukum rimba.
#135 Tugas guru bukan menjejalkan pelajaran, guru harus menghidupkan pengetahuan.
#136 Drama demi drama tak habis-habisnya mengemuka kontroversi demi kontroversi terus menyita tenaga.
#137 Kekurangan jangan terlalu dikhawatirkan, selama kepemimpinan berjalan penuh keterbukaan
#138 Mereka berani mengambil posisi, bahkan berlaku bak politisi. Bersikap gamblang dan berbicara lantang, karena percaya pada sang penantang.
#139 Budaya ketimuran harus jadi kebanggaan, bukan dengan ancaman dan paksaan.
#140 Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan, tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan.
#141 Lama dilupakan dalam pembangunan, dipanggang api pertikaian dan perseteruan.
#142 Setiap penguasa hendak turun tahta, suksesi menjadi minat siapa saja. Mulai capres yang paling pantas, hingga para petualang tak jelas.
#143 Skandal rekaman itu jelas menunjukkan, para benalu tak tahu malu hidup kekal berkelanjutan.
#144 Dalam narasi-narasi hidup yang nyata, perempuan menjadi kekuatan tak terbatas.
#145 Rakyat senang orang pintar berpolitik, apalagi yang bijak menjaga etika publik.
#146 Sebab Indonesia dibangun tokoh-tokoh yang memandang jauh ke depan, bukan hanya sibuk sandang pangan apalagi perhiasan.
#147 Tak akan ada pemberdayaan lebih kekal berkelanjutan, tanpa melibatkan perempuan.
#148 Tanpa perubahan cara berfikir, pindah ibu kota hanya pindah masalah.
#149 Bukan hanya teladan kesuksesan, tapi juga kegagalan dan pergerakan yang dicetuskan.
#150 Gaya komunikasi yang kerap tak berisi, membuat kita bertanya apakah para petinggi ini sesungguhnya mengerti?
#151 Rakyat diajak jadi penonton yang bertepuk tangan yang bayar tiket berupa pajak dan aneka pungutan.
#152 Jika sidang etik bisa dipermainkan tanpa secuil kehormatan, sidang rakyat harus bisa melawan.
#153 Jumlah kursi pasti menentukan, tapi koalisi tak bisa abaikan kekompakkan.
#154 Proklamasi harusnya tak berhenti sekadar deklarasi, sebab merdeka mestinya bukan alat propaganda.
#155 Ruang publik didefinisikan oleh uang. air di kampung pun kering kerontang.
#156 Saat kekuasaan mulai berkoalisi, masih adakah kehendak rakyat & ideologi dihargai.
#157 Apalah arti pasangan yang populis, jika di tengah jalan saling mengiris.
#158 Demokrasi tidak untuk melayani penguasa, demokrasi ditujukan memuliakan warga negara.
#159 Itulah era safari korporasi ke pejabat dan elit, kasak-kusuk meminta beking politik.
#160 Kebenaran guru bukan hal yang absolut, karena murid bukan kerbau yang harus serba nurut.
#161 Ketenaran memang bisa menggugah, meyakinkan pemilih lewat lagu dan sabda.
#162 Koruptor harusnya menyesal & sadar, bukan malah kembali melanggar.
#163 Media selalu punya kesempatan emas, membangun keterlibatan sosial dan solidaritas.
#164 Menjadi pejabat berarti melayani rakyat, itulah pemerintahan yang akan mendapat hormat.
#165 Atas nama popularitas, hakikat demokrasi pun diterabas.
#166 Karena kemerdekaan yang gagal diisi hanya akan menjadi narasi yang penuh basa-basi.
#167 Klise dan pemanis politik berhamburan, transaksi instan sibuk mencari jalan.
#168 Memerangi HIV/AIDS tak cukup seruan moral, perbaikan kesejahteraan & pendidikan adalah jalan keluar.
#169 Sejarah akan menjadi dogma, andai dibaca dengan cara yang biasa.
#170 Jadi mari memilih yang kita anggap benar, bukan yang paling terkenal atau banyak uang.


https://worldofsentencess.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

akses internet

  Sudah punya Koneksi Internet/Wifi? Atau Mau Bukak Usaha Wifi Voucher? 📶 Melayani Jasa Seting Mikrotik 🔴Seting > 🟡Selesai > 🟢B...